Cara Mengatasi Kelelahan Dalam Bekerja



Tiap orang apakah dia sebagai manajemen puncak maupun karyawan operasi (operator) pasti pernah mengalami kelelahan kerja. Kelelahan baik dalam segi fisik maupun mental dan bahkan mungkin sekaligus kedua-duanya. Kelelahan fisik dicirikan oleh otot tubuh yang lemah,sulit digerakkan, dan terkadang disertai rasa nyeri dan pusing. Biasanya disebabkan oleh lamanya duduk, lamanya menggunakan bagian fisik tertentu seperti tangan, kaki, mata, dan telinga. Kalau berlanjut tanpa perlakuan bisa menyebabkan penurunan stamina, mudah emosi, dan sulit tidur.


Sementara itu kelelahan mental dicirikan oleh sulit berpikir atau berkonsentrasi, gelisah, sulit tidur, dan berikutnya bisa mengalami penurunan stamina. Kelelahan jenis ini biasanya disebabkan terlalu banyak berpikir, terlalu luasnya lingkup dan bobot aspek permasalahan yang dihadapi, dan ketahanan emosi yang lemah serta kurang relaksasi. Selain itu bisa jadi orang seperti itu jarang bersosialisasi. Kalau dibiarkan akan menyebabkan emosinya semakin peka, sulit tidur, sulit berkonsentrasi, stres, dan tidak jarang lalu mengisolasi diri.


Akibat logis dari jenis kelalahan apapun terhadap individu yang bersangkutan adalah penurunan kinerja. Semakin sering dan beratnya kelelahan yang dihadapi seseorang semakin sering tidak masuk kerja. Ujungnya adalah kinerjanya rendah. Dan cenderung jenis kelelahan akan berhubungan dengan jenis dan beban pekerjaan seseorang. Karyawan yang lebih banyak bekerja dengan menggunakan otot ketimbang otak akan semakin mudah mengalami kelelahan fisik. Sementara di kalangan manajemen yang sering menggunakan otak untuk berpikir akan berpeluang mengalami kelelahan mental. Walaupun demikian kedua jenis karyawan itu (manajemen dan nonmanajemen) bisa saja megalami dua jenis kelelahan sekaligus. Yang membedakan adalah bobotnya kelelahan. Bagaimana mengatasinya?


Mengelola kelelahan kerja bisa dilakukan oleh setiap individu dan atau secara terorganisasi. Secara individu bisa dilakukan dengan prakarsa karyawan bersangkutan. Merekalah yang sangat mengetahui jenis kelelahan yang dihadapinya. Sementara organisasi atau perusahaan dapat melaksanakan program peningkatan kinerja karyawan secara reguler dimana di dalamnya ada subprogram mengurangi kelelahan kerja karyawan. Pedekatannya cenderung beragam yang sangat bergantung pada jenis kelelahan dan penyebabnya. Untuk itu diperlukan langkah-langkah sistematis.


Berdasarkan volume dan bobot kelahan kerja maka Individu karyawan sebaiknya melakukan langkah-langkah berikut yakni;

  1. menelaah penyebab mengapa terjadi kelelahan kerja, kapan saja, dimana, dan ketika mengerjakan apa
  2. kalau dirasa terlalu berat perlu melakukan konsultasi dengan orang yang ahli dan berpengalaman
  3. melakukan pemulihan kelelahan dengan cara berolahraga secara teratur, tidur yang cukup, bersosialisasi, relaksasi, dan kalau dianggap perlu berobat ke dokter
  4. meminta cuti kerja.

Mengatasi kelelahan kerja oleh perusahaan dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut;

  1. Melakukan analisis kinerja karyawan dan organisasi
  2. Menelaah hubungan kinerja dengan kelelahan kerja karyawan
  3. Menganalisis jenis uraian kerja dan beban kerja hubungannya dengan kinerja
  4. Menyusun program peningkatan kinerja khususnya subprogram mengurangi kelelahan kerja
  5. Melaksanakan program peningkatan kinerja secara teratur
  6. Mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan program dan kinerja karyawan/organisasi.

Hubungan Sosial di Tempat Kerja




Di dalam perusahaan kita mengenal beberapa istilah modal. Ada modal dalam bentuk uang. Ada yang disebut modal manusia dan juga modal teknologi. Kalau di pertanian ada yang disebut modal lahan. Selain jenis modal tersebut ada juga yang disebut dengan modal sosial. Modal seperti ini tidak dijual belikan karena menyangkut nilai-nilai sosial seperti hubungan atau jaringan sosial sesama insan, saling mengerti, kasih sayang, kerjasama, dan saling percaya.


Hubungan atau jaringan sosial adalah syarat utama dalam menggerakan sumberdaya manusia suatu perusahaan. Salah satu bentuk hubungan sosial adalah kerjasama. Tidak mungkin proses produksi atau apapun dalam perusahaan akan terjadi sesuai harapan kalau jalinan kerjasama tidak terujud. Yang ada mungkin kejadian konflik, apatis dan skeptis. Sehingga akan merugikan berbagai pihak seperti kerugian perusahaan, kesejahteraan karyawan tidak tercapai, dan rendahnya mutu pelayanan pada pemangku kepentingan.


Tidak dapat dipungkiri pengelola perusahaan menginginkan adanya tim kerjsama yang solid di antara para karyawannya termasuk diantara manajernya. Intensitas hubungan vertikal dan horizontal yang efektif sangat dibutuhkan. Semakin mereka saling kenal mengenal maka semakin tumbuh saling kasih sayang. Pada gilirannya akan mudah menumbuhkan rasa saling percaya, kerjasama, dan koordinasi pekerjaan. Dengan demikian maka sinergitas antarkaryawan akan meningkat. Perasaan-perasaan superior di sementara divisiur secara sistematis akan berkurang. Dan berubah menjadi kesatuan unit kerja yang solid.


Seperti diketahui setiap perusahaan,sebagai organisasi modern, memiliki tujuan, strategi, dan kebijakan tertentu. Untuk itu dibuatlah aturan-aturan guna memerlancar pencapaian tujuan. Dalam aturan itu diperjelas tentang bagaimana proses pengambilan keputusan diambil, hak dan wewenang instrumen organisasi, standar prosedur kerja, dan uraian pekerjaan. Hal ini penting diuraikan agar setiap pengelola dan karyawan dalam melakukan tugasnya berpegang pada aturan-aturan yang ada. Namun di sisi lain ternyata dalam pelaksanaannya tidak saja berpegang pada posisi-posisi masing-masing namun juga pada pertimbangan pribadi setiap orang. Maka disinilah pentingnya hubungan sosial dipelihara dan dikembangkan.


Pengembangan modal sosial seperti ini perlu diprogramkan sejak awal. Khususnya ketika merekrut karyawan baru. Para karyawan baru perlu melakukan orientasi dan pelatihan. Sementara karyawan lama perlu melakukan reorientasi ketika ada kebijakan baru perusahaan. Jalinan-jalinan hubungan sosial harus terus dipelihara tidak saja lewat pendekatan formal namun juga informal. Bahkan dalam realisasinya jalur pendekatan individu berdasarkan saling percaya akan membuahkan suatu tim kerja yang efektif. Karena itu perusahaan selain melakukan fungsi kendali dan koordinasi yang terprogram maka kegiatan-kegiatan sosial di lingkungan perusahaan sangat dianjurkan. Dengan kegiatan ini maka dapat ditumbuh-kembangkan rasa persaudaraan yang tinggi. Tentu saja dengan pendekatan informal ini kadar komitmen dan keterikatan semua elemen perusahaan diharapkan akan meningkatkan kinerja karyawan dan perusahaan.

Bisnis Global dan Keragaman Pekerja


BISNIS GLOBAL DAN KERAGAMAN PEKERJA

Memasuki era bisnis global berarti meningkatnya kesiapan para pebisnis domestik menyambut kedatangan pekerja dari luar negeri. Hal demikian tidak bisa dihindari ketika perusahaan masuk dalam aliansi manajemen sumberdaya manusia internasional. Dalam hal ini kecenderungan menghadapi bisnis global dan keragaman pekerja juga menjadikan tantangan tersendiri bagi departemen SDM. Kultur perusahaan antarnegara bisa jadi berbeda signifikan. Lalu apa saja yang harus dilakukan perusahaan domestik?


Sebagai contoh, sikap budaya tentang peranan perempuan yang meningkat dalam pekerjaan menyebabkan banyak perusahaan melakukan rancangan kembali program pengembangan mereka dan menempatkan perempuan dalam pekerjaan-pekerjaan yang telah dilakukan laki-laki. Begitu pula keragaman tingkat pendidikan di antara para pekerja telah mengarahkan perusahaan untuk meningkatkan sejumlah fasilitas, seperti bahan bacaan, tulisan, aritmatik, dan bahasa Inggris bagi pekerja asing. Bagi sebagian besar pekerja yang tidak berbahasa Inggris di beberapa perusahaan, bahan-bahan pelatihan terkadang di adaptasikan ke bahasa yang dikuasainya.


Departemen SDM yang proaktif akan mengembangkan program-programnya termasuk pelatihan yang beragam. Di sini perhatian kurang diberikan pada banyak model permainan peran atau pemodelan perilaku, tetapi lebih pada menciptakan sensitivitas pekerja pada ragam kondisi tempat kerja. Sebagai contoh, berikut ini disajikan hasil sebuah survei di USA tentang beragam pelatihan yang dilakukan perusahaan-perusahaan untuk memperkecil keragaman berbagai aspek kehidupan di kalangan pekerja dari berbagai negara (% dari total perusahaan).


a. Pelatihan sensitivitas keragaman kultural: 53%.
b. Pelatihan komunitas silang budaya: 32%.
c. Pelatihan isu gender: 42%.
d. Pelatihan gangguan karena penempatan kerja yang bebas: 71%.
e. Pelatihan kesadaran seksual: 15%
f. Pelatihan kesadaran ketidakmampuan/kekurangan diri: 56%.


Ketika sebuah perusahaan menyediakan pelatihan untuk orang-orang asing, isi atau muatan dan pelayanan harus disesuaikan dengan kebiasaan dan harapan lokal antara lain dalam hal teknik pembelajaran, gaya kepemimpinan, metode diskusi, dan metode praktek kerja. Termasuk susunan tempat duduk, periode dan waktu pelatihan, makanan, dan akomodasi. Ketika pelatihan tingkat internasional diterapkan, perusahaan memfasilitasinya dengan program pementoran, yang biasanya dilakukan oleh tingkat wakil direktur atau di atasnya. Disini, mentor berfungsi mengurangi rasa khawatir atau rasa bingung di kalangan pekerja asing dengan memfasilitasi bimbingan dan kontak-kontak perorangan. Semuanya membutuhkan perhatian yang berfokus pada penyesuaian pekerja asing dalam mengadaptasi kultur masyarakat dan perusahaan. Hal demikian sangat penting agar terjadi saling berbagi visi diantara para pekerja domestik dan asing. Sekaligus terjadi sinergitas proses pekerjaan diantara dua kelompok pekerja itu.

Tips Mengelolah Karyawan



Mengelola karyawan yang dilakukan seorang manajer ternyata gampang-gampang sulit. Mengapa? Sepertinya mudah karena mereka terikat pada hirarki struktural perusahaan. Namun tidak demikian karena karyawan sebagai manusia memiliki keunikan. Mereka memiliki perasaan, intuisi, keinginan, dan kepribadian aktif serta permasalahan yang beragam satu sama lainnya. Karena itu pendekatan pada mereka misalnya dalam hal membangun motivasi kerja pada satu orang dengan yang lainnya bisa jadi berbeda-beda. Sementara bisa juga pendekatannya sama yakni yang menyangkut kebutuhan universal, misalnya dalam hal menyediakan kebutuhan dasar tentang kesejahteraan, pendidikan dan latihan.
Sebelum melakukan program membangun motivasi, kedisiplinan, dan komitmen,misalnya, maka manajer hendaknya sudah mengetahui dan memahami karakteristik para karyawannya. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat posisi karyawan di perusahaan. Mereka tidak sekedar sebagai unsur produksi namun juga sebagai unsur investasi perusahaan yang efektif. Karena itu mutu SDM mereka perlu dikembangkan dan dipelihara tidak saja dalam konteks kinerja namun juga kepuasan kerja. Dengan demikian mereka diharapkan akan betah berada di perusahaan dalam waktu relatif lama. Strategi untuk mencapai itu adalah bagaimana meningkatkan keterikatan mereka pada organisasi.


Yang dimaksud dengan keterikatan (engagement) adalah kepatuhan seseorang (karyawan manajemen dan nonmanajemen) pada organisasi yang menyangkut visi, misi dan tujuan perusahaan dalam proses pekerjaannya. Bukan dalam arti pemahaman saja namun juga dalam segi pelaksanaan pekerjaannya.
Karyawan yang memiliki keterkaitan dengan organisasi dicirikan oleh beberapa hal yakni;
(1) sangat memahami visi, misi, dan tujuan program serta peraturan organisasi;
(2) menyenangi pekerjaan mereka;
(3) motivasi kerja yang tinggi;
(4) selalu meningkatkan mutu kinerja;
(5) merupakan sumber gagasan baru;
(6) manajer dan karyawan saling menghormati;
(7) mampu membangun tim kerja yang andal; dan
(8) merasa sebagai bagian keluarga besar perusahaan.


Keterikatan pada perusahaan menjadi ciri utama keberhasilan perusahaan dalam menangani masalah sumberdaya manusia karyawan. Semakin tinggi keterikatan karyawan dengan organisasi semakin baik kinerjanya dan pada gilirannya semakin baik kinerja perusahaannya. Karyawan bekerja tidak melulu untuk meraih kompensasi finansial saja namun juga nonfinansial seperti penghargaan personal dan karir. Karena itu tidak mungkin membangun keterikatan mereka hanya dengan pendekatan yang sangat bersifat struktural. Mereka sebagai individu pertama kali harus “diikat” dengan pendekatan sistem nilai. Sistem budaya organisasi sekaligus budaya kerja korporat (efisien, mutu, transparan dan akuntabilitas) harus ditanamkan sejak mereka masuk ke sistem sosial yang baru yakni perusahaan. Secara bertahap mereka dibina sehingga sistem nilai di perusahaan sudah menjadi kebutuhannya.


Penerapan sistem nilai seharusnya inheren dengan kebutuhan universal karyawan. Jangan sampai terjadi benturan nilai. Dengan kata lain perusahaan jangan terlalu berorientasi pada keuntungan semata namun mengabaikan kebutuhan karyawan akan kesejahteraannya. Dan jangan lupa dengan keterikatan yang begitu tinggi, karyawan bukannya tidak memiliki daya kritis. Disinilah pihak manajer harus selalu menampung pandangan-pandangan baru dari karyawan. Tak perlu ada resistensi atas kritikan-kritikan progresif dari karyawan. Tidak tertutup kemungkinan karena begitu eratnya keterikatan, para karyawan akan “berlomba-lomba” untuk bekerja dan menghasilkan kinerja terbaiknya. 

Instruksi Kerja Dengan Efektif


Saya percaya siapapun orangnya pernah menginstruksikan sesuatu kepada orang lain. Juga tentunya pernah diinstruksikan. Sekurang-kurangnya instruksi dari seorang bapak atau ibu kepada anaknya.  Dan sang kakak kepada adiknya. Tujuannya agar orang itu mau mengikuti permintaannya. Dalam dunia kerja instruksi adalah hal  biasa yang dilakukan oleh seseorang sesuai dengan statusnya. Namun di sisi lain mengapa ada orang yang menolak instruksi dari orang lain? Nah ini ada kaitannya dengan derajat pemahaman tentang instruksi itu sendiri. Juga karena  kurangnya pemahaman tentang pentingnya suatu tugas  dilaksanakan.


Kalau instruksi dilakukan, misalnya oleh seorang manajer, maka tujuan pemberian instruksi adalah agar setiap karyawan memahami apa yang ingin dikerjakan dan mengapa hal itu penting. Dalam hal ini instruksi  diartikan sebagai  petunjuk untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan prosedur operasi standar. Dengan demikian para subordinasi disamping memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang apa yang seharusnya dikerjakan  juga untuk meningkatkan komitmennya. Untuk itu beberapa hal yang biasa dipertanyakan adalah apa yang akan dikerjakan dan kaitannya dengan unsur-unsur mutu, jumlah,  waktu, dan keamanan produk. Pertanyaan lainnya adalah mengapa orang-orang tertentu diminta untuk mengerjakannya; mengapa tugas itu dinilai penting; dan bagaimana mengerjakannya.


Karena pemberian instruksi itu merupakan suatu proses komunikasi maka keberhasilannya sangat bergantung pada unsur-unsurnya seperti sikap atau tampilan manajer (pemberi instruksi), ketepatan dan kejelasan isi instruksi, media atau salurannya apa, siapa yang akan mendapat instruksi, derajat kebisingan, dalam situasi seperti apa instruksi itu diberikan, dan apa saja simbol-simbol yang digunakan. Dalam prakteknya maka ada beberapa taktik agar pemberian instruksi kepada karyawan oleh manajer dapat berjalan efektif.


1. Pilihlah karyawan tertentu yang memang tepat untuk diberi instruksi. Dengan kata lain perlu dipertimbangkan aspek-aspek yang menyangkut kemampuan, minat, dan keinginan dari karyawan untuk melaksanakan instruksi.


2. Uraian tugas yang diberikan lewat instruksi benar-benar harus dipahami oleh pihak karyawan. Kalau dirasakan ada keragu-raguan dari karyawan tidak ada salahnya dilakukan penjelasan ulang tentang instruksi. Jangan segan untuk memberi kesempatan kepada karyawan untuk bertanya atau bahkan menanggapi tentang isi instruksi.


3. Manajer perlu mempertimbangkan faktor situasi dalam pemberian instruksi. Adalah bijak kalau manajer tidak memberi instruksi kepada karyawan tertentu ketika yang bersangkutan sedang dilanda emosi berat misalnya sedang marah atau sedih. Jangan sampai timbul kesan bahwa manajer tidak memiliki empati. Pendekatan persuasi dan murah senyum sangat dianjurkan.


4. Menghindari reaksi negatif seperti adanya kesan tindakan diskriminasi kepada karyawan. Kalau tidak diantisipasi lewat-lewat penjelasan terinci maka yang dikhawatirkan adalah munculnya friksi-friksi di antara karyawan. Atau malahan friksi antara karyawan dan manajernya. 


5. Setiap pemberian instruksi perlu dilakukan pemantauan sejauh mana tugas telah dilaksanakan karyawan dengan baik. Pemantauan ini perlu dilakukan untuk memperkecil deviasi antara isi instruksi, proses, dan hasilnya. Akhirnya hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan instruksi akan dipakai untuk memperbaiki rencana operasional pemberian tugas-tugas berikutnya. 

Kerjasama atau Bekerja sendiri


KERJA BERSAMA ATAU SENDIRI-SENDIRI?

Dalam melakukan suatu pekerjaan, misalnya di unit tertentu, maka akan tampak ada karyawan  yang bekerja bersama-sama tetapi ada pula yang bekerja sendiri-sendiri. Kondisi itu bisa disebabkan karena unsur intrinsik atau dari perilaku setiap individu. Misalnya kalau bekerja sendiri-sendiri karena kekurang-sadaran tentang arti tujuan dan pentingnya bekerja dalam satu tim kerja, kurang percaya diri atau kurang percaya pada orang lain dan pimpinan, dan kurang semangat dalam bekerja dalam kelompok.Namun bisa jadi karena unsur pimpinan dalam mengarahkan dan mengendalikan karyawannya kurang efektif. Pertanyaannya bentuk mana yang lebih bermanfaat?.


Bekerja berkelompok tentu saja akan lebih efektif ketimbang bekerja sendiri-sendiri. Berkelompok berarti terjadi interaksi sesama karyawan. Interaksi dapat berupa saling kerjasama dan saling membantu sesama karyawan. Sementara itu dalam berinteraksi bakal terjadi pula saling berbagi dalam hal pengalaman, pengetahuan, dan ketrampilan. Bahkan tidak tertutup kemungkinan saling nasehat menasehati.


Manfaat berinteraksi lainnya adalah terjadinya saling kebergantungan sesama. Kondisi ini bukanlah merupakan sesuatu yang bersifat lemah. Namun justru adanya fenomena saling bersinergis. Malahan dapat dijadikan sebagai potensi unggul.  Dalam hal ini potensi kesadaran dan semangat yang sama untuk meraih kinerja tinggi. Kalau ini terjadi maka potensi tersebut lebih mudah dibangun. Mereka sadar bahwa mereka hidup dalam suatu sistem sosial di lingkungan pekerjaannya; “berinteraksi secara dinamis baik dalam suka maupun duka”.

Tipe Karyawan dan Hubungan Kerja Efektif


TIPE KARYAWAN vs HUBUNGAN KERJA EFEKTIF

Dalam   setiap melakukan pekerjaannya, idealnya setiap orang ingin memahami faktor-faktor di sekelilingnya. Terutama pemahaman tentang kepribadian sesama karyawan atau bos (manajer)nya. Dengan demikian hubungan kerja di antara karyawan dan dengan manajer akan berjalan efektif. Saling menyalahkan akan semakin diperkecil.Sementara yang terjadi adalah terbangunnya saling percaya dan saling memahami pribadi masing-masing.


Bagi mereka yang mampu membangun hubungan kerja yang efektif selalu berwajah dan bersikap cerah dan enerjetik. Orang seperti ini berpandangan positif terhadap lingkungannya. Mereka banyak memiliki teman dan bahkan sahabat. Sebaliknya yang berpandangan negatif. Mereka cenderung dapat menyebabkan suasana kerja penuh depresi dan melelahkan. Orang yang berspirit rendah seperti ini bisa mempengaruhi teman-temannya. Orang lain bakal  menghindari bahkan menjauhinya.Untuk saling memahami sesama kolega kerja dan manajer maka diperlukan pemahaman tentang beragam tipe orang

  • Golongan pertama disebut sebagai ”dominant directors”
Orangnya bersifat ekstrovert dan berfokus pada tugas. Kalau bekerja didasari keramahan, langsung atau tidak berbelit, berorientasi pada hasil dan persaingan, dan sering dimotivasi oleh kekuasaan.Selain itu biasanya orang-orang bersifat itu siap berkonfrontasi dengan orang lain, membuat keputusan dengan mudahnya,dan ambisius. Mereka menikmati pengalihan tanggung jawab dan menolak kekuasaan dari orang lain. Saking sifatnya yang selalu bergerak cepat, mereka  kadang-kadang tampak berlaku kasar, lancang, dan tidak sabar. Selalu melangkah cepat, ingin selalu sesuatu dikerjakan dengan benar dan segera, dan tidak menyukai hasil yang buruk.

Untuk bisa bekerja efektif dengan tipe ”pengarah dominan” maka perlu berkomunikasi dengan jelas, akurat, dan langsung ke persoalan dengan cepat. Jangan bertele-tele. Hindari berbicara hal-hal yang teoritis atau abstrak, konseptual,dan berbagai masalah yang menyangkut orang lain. Perlakukanlah dia dengan semangat kerja tinggi dan biarkanlah dia berpikir sebagai orang yang bertanggung jawab akan pekerjaannya.

  • Golongan kedua yang juga ekstrovert dan berfokus pada persoalan-persoalan orang adalah ”interacting socialisers”
Golongan ini senang kepada setiap orang dan bekerja di tengah-tengah mereka. Beberapa sifat yang menonjol antara lain adalah antusias, optimistis, mudah bersosialisasi, senang bicara, persuasif dan impulsif. Mereka juga bagus dalam mempengaruhi orang lain, sifat senang dan sayang pada orang lain, enerjetik, kreatif, dan terbuka dengan perasaan orang lain. Selain tiu mereka juga mengembangkan perubahan, kecenderungan-kecenderungan dan gagasan baru, dan pengakuan terhadap prestasi. Namun yang perlu diketahui bahwa mereka sering bekerja tidak teratur dan kurang memperhatikan hal-hal yang rinci, sia-sia, mudah digugah, manipulatif, dan tidak disiplin.

Mengembangkan hubungan kerja yang baik dengan golongan tersebut tentunya dengan membangun hubungan individual yang efektif. Caranya antara lain menghindari untuk  bicara tentang pekerjaan secara rinci. Sebaliknya berfokuslah pada gambaran dan visi yang besar. Biarkan mereka bicara, berpartisipasi, memotivasi,dan menciptakan suasana menyenangkan. Perlakukanlah mereka sebagai sahabat.

  • Golongan Ketiga adalah yang disebut ”steady relaters”
Mereka umumnya introvert, fokus pada orang dan hubungan kerja dalam menyelesaikan tugas dengan komplit. Mereka tidak menyukai konflik dan lebih menyenangi rutinitas yang sudah ada dan stabil ketimbang sesuatu yang belum dicoba dan diuji. Cenderung bersikap diam dan sering berlaku tidak tegas. Namun mereka loyal, stabil, taatasas, seolah sebagai pemain tim yang gampangan, penolong dan suka membuat orang senang. Sebagai pemikir dan pendengar yang baik,mereka senang membuat orang yang sedang marah menjadi tenang kembali. Mereka juga sebagai perekat dalam membangun tim kerja yang solid. Namun disi lain kadang-kadang tingkah mereka terlihat kurang meyakinkan, bimbang, janggal, posesiv, dan umbar janji yang terkadang goyah.

Untuk menemukan pemikiran atau opini seorang “steady relater”, kita harus banyak bertanya dengan pertanyaan terbuka dan mendengarkannya secara hati-hati. Jangan memandang rendah mereka apakah dalam hal loyalitas dan kontribusi mereka.

  • Golongan keempat disebut “conscientious thinkers”; introvert yang fokus pada tugas dan memiliki keinginan kuat dalam mencapai prestasi
Mereka menikmati kegiatan studi dan alisis. Mereka bekerja dengan rajin, obyektif, dan dengan cara-cara yang sistematik dan teratur. Juga bekerja serius, akurat, dan perfeksionis yang menghasilkan mutu output tinggi. Di samping itu mereka juga dapat bersifat kaku, cerewet, perhitungan,   dan lambat dalam pengambilan keputusan. Jadi kalau ingin membangun hubungan kerja dengan mereka secara efektif perlu menghindari berbicara bertele-tele. Kalau akan mengkritisi kita harus melakukannya dengan taktis dan dukungan argumentasi yang jelas dan terinci. Mengajak lebih taktis ketimbang instruksi. Orang bertipe ini sulit menerima desakan dan usulan yang terburu-buru.             

Prinsip Kerja yang Efektif


Agar proses manajemen menjadi efektif maka dibutuhkan seperangkat prinsip kerja efektif. Dalam hal ini, ada 5 prinsip kerja efektif. Kelima prinsip tersebut dibagi lagi sehingga lebih jelas dan praktis. Apa sajakah 5 prinsip dimaksud? Simaklah paparan berikut ini:


1. Rencana
Rencana itu ada hanya ketika ditulis. Kalau Anda tidak menuliskannya: Anda mungkin mempunyai impian atau visi atau bahkan mimpi buruk. Anda tidak mempunyai rencana kecuali ditulis.
Seperti kata Napoleon, “Tidak ada yang sukses dalam perang kecuali sebagai konsekuensi dari rencana yang disiapkan dengan baik.”
Merencanakan sesuatu dengan tepat berarti Anda harus mengetahui:

  1. Pekerjaan apa yg akan Anda diselesaikan?
  2. Bagaimana melaksanakannya?
  3. Kapan selesainya?
  4. Di mana selesainya?
  5. Berapakah kecepatan melaksanakannya?

Rencanakan Pekerjaan dengan tepat! Dengan perencanaan yang tepat, puncak keberhasilan baru separuh dicapai. Perencanaan itu sukses hanya dengan pelaksanaan yang profesional.


2. Jadwal
Pekerjaan harus dijadwalkan! Jadwal yg efektif harus:

  1. Pasti.
  2. Selaras dengan jadwal-jadwal lainnya.
  3. Sulit mencapai, namun mungkin tercapai.
  4. Peganglah dengan teguh.

Penjadwalan yang baik akan mengefektifkan energi Anda. Jangan biarkan energi Anda terbuang percuma hanya karena penjadwalan yang buruk.


3. Pelaksanaan
Letnan Jenderal James F. Hollingsworth mengatakan, “Orang bodoh mana pun bisa menulis sebuah rencana. Pelaksanaanyalah yang membuat Anda kewalahan.”
Setelah rencana yang tepat disiapkan, laksanakanlah rencana tersebut dengan:

  1. Terampil
  2. Teliti
  3. Cepat
  4. Tanpa usaha yang tak perlu
  5. Tanpa penundaan yang tak perlu
Laksanakanlah rencana dengan tanpa memisahkannya dari pelaksanaan. Dengan kata lain, para perencana itu harus mengomandani pelaksanaan dan para komandan itu harus turut serta merencanakan.


4. Pengukuran
Perkerjaan yang telah Anda laksanakan haruslah diukur:

  1. Berdasarkan potensi Anda
  2. Berdasarkan progress report Anda yang telah lalu
  3. Berdasarkan progress report orang lain yang telah lalu
  4. Berdasarkan kuantitas
  5. Berdasarkan kualitas

Buatlah rekam jejak perjalanan pelaksanaan perkerjaan Anda. Nantinya akan berguna untuk melaksanakan pekerjaan-perkerjaan lainnya sebagai referensi.


5. Kontraprestasi
Apabila pekerjaan Anda telah selesai dengan efektif, Anda selayaknya mendapat balas jasa berupa:

  1. Syarat kerja yang baik
  2. Kesehatan yang baik
  3. Kebahagiaan
  4. Pengembangan diri
  5. Uang

Sudahkah Anda BEKERJA dengan EFEKTIF? dan bagaimana rasanya BEKERJA dengan EFEKTIF itu? Silakan berbagi melalui komentar.